Disahkannya
Undang-undang (UU) nomor 6/2014 tentang desa menjadi momentum penting bagi
bangsa Indonesia. Melalui UU ini, desa mendapatkan pengakuan dan kehormatan,
khususnya tentang hak asal-usul yang bersifat istimewa di tengah-tengah
keberagaman Indonesia. Dengan begitu, desa mampu menjadi subjek pembangunan
untuk mengembangkan aset dan potensi yang dimiliki.
Infest
memandang UU nomor 6/2014 menjadi salah satu peluang dan titik tolak penting
dalam upaya mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan di tingkat desa.
Disahkannya UU Desa memberikan kesempatan baru bagi pemerintah desa dan
masyarakat untuk mengembangkan pendekatan, metode, dan cara dalam proses
pengembangan pembangunan di tingkat desa.
Terdapat lima
perubahan penting dalam kepengaturan desa pasca disahkannya UU Desa, antara
lain pengakuan terhadap keberagaman, kewenangan desa, konsolidasi keuangan dan
aset, perencanaan yang terintegrasi, serta demokratisasi. “Pemberian Wewenang Menjadi Inti Dari Pemberdayaan. Desa Mempunyai
Kewenangan Untuk Mengurus Dirinya Sendiri,”
Selain
itu, kedudukan desa tidak lagi berada di bawah pemerintah daerah tingkat II .
Sebagaimana termaktub dalamPasal 5 UU nomor 6/2014, desa berkedudukan di wilayah
kabupaten atau maupun kota. Pasal tersebut melepaskan desa dari bayang-bayang
kabupaten atakota. “Apabila dalam
undang-undang sebelumnya dikatakan bahwa otonomi desa adalah bagian dari
otonomi daerah yang diserahkan ke desa, maka UU Desa menjelaskan otonomi desa
sebagai pengakuan atas hak asal-usul, bukan lagi sisa dari otonomi daerah,”.
Kondisi
tersebut akan membawa arah baru dalam pola dan pendekatan pemberdayaan desa.
Bukan dengan mencari kelemahan, melainkan mengoptimalkan aset dan kekuatan yang
dimiliki oleh desa. Kritik yang muncul selama ini, pembangunan dan pemberdayaan
selalu dimulai dengan mencari kelemahan. Sayangnya, solusi yang dimunculkan
seringkali tidak tepat sasaran. Pendekatan tersebut membuat desa lupa terhadap
aset dan kemampuan yang dimilikinya.
Sebab, emansipasi ibarat menanam kurma. Di
masyarakat Arab, sesaat setelah menanam biji kurma, tanah akan ditutup dengan
batu. Cara ini bertujuan supaya perkembangan dimulai dari akar yang kuat,
sebelum tunas menembus batu. “Dengan mengetahui kekuatannya, itulah (kekuatan) yang digerakkan,”