Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) adalah dokumen penting dan
bermanfaat bagi masyarakat desa. Dokumen inilah yang menuntun perkembangan
pembangunan suatu desa untuk 6 (enam) tahun ke depan. Apalagi dengan adanya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Kedua
peraturan tersebut menjadi landasan bagi pemerintahan desa untuk menentukan
segala kewenangannya dalam mengatur dan membangun desa.
Hadirnya
UU Desa, membuat Desa menjadi daerah otonomi ke-3 setelah Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten yang berhak menentukan kebijakan
sendiri terhadap wilayahnya. Sedangkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pun
bisa dianggap sebagai Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR)-nya, yang dapat
menentukan akan disetujui atau tidaknya rencana pembangunan yang diajukan
Pemerintah Desa, mengawasi penggunaan Dana Desa (DD), dan meminta pertanggung
jawaban atas pembangunan yang ada.
Secara
bersama, Pemerintah Desa dan BPD juga dapat membuat kebijakan, atau Peraturan
Desa (Perdes) sendiri agar dapat mengatur jalannya pemerintahan desa. Namun
tetap dengan ketentuan ‘tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum’. Ketentuan lain juga
disebutkan bahwa Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa), pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus
mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan.
Lantas
bagaimana dengan Dokumen RPJMDesa ? Sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam
Permendagri 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, rencana pembangunan
selama enam tahun pun harus dibuat Perdesnya. Peraturan tentang RPJMDesa inilah
yang menjadi dasar penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKPDesa) setiap tahun.
Oleh
karena itu, dokumen RPJMDesa harus disusun secara partisipatif, sesuai dengan
kronologis, dan sistematis. Sehingga mempunyai arah serta tujuan pembangunan
yang jelas, bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan, aman, damai, tentram
dan tentunya agar dapat mengurangi angka kemiskinan di desa.
Partisipatif
di sini juga menandakan bahwa masyarakat turut membantu membangun desa, mencoba
mencari solusi secara bersama terhadap permasalahan yang ada di dalam desa.
Melihat kronologi dari masalah tersebut, dan mencoba menyelesaikan masalah
tersebut dengan melihat potensi yang ada dan dengan cara yang sistematis.
Untungnya
Permendagri 114 ini jauh lebih baik daripada isi dari Permendagri sebelumnya,
yaitu Permendagri No. 66 Tahun 2007. Isi Permendagri 114 menjelaskan lebih
detail tentang bagaimana proses, susunan dan alur pembuatan RPJMDesa dan
RKPDesa.
Alur Penyusunan RPJMDesa
Penyusunan
Dokumen RPJMDesa harus sudah dibuat dalam 3 bulan pertama sejak pelantikan
Kepala Desa. Berawal dari surat keputusan Kepala Desa untuk membentuk tim penyusun
yang berjumlah 7 atau 9 atau 11 orang agar dapat menghindari dead lock,
kebuntuan dalam mengambil keputusan.
Langkah
pertama yang tim lakukan adalah penggalian potensi desa. Mencari data riil
tentang keadaan desa, baik dilihat dari Sumber Daya Manusia, Alam, Pembangunan
dan Infrastruktur, serta Sumber Daya Sosial dan Budaya. Data yang nyata sesuai
kondisi lapangan dibutuhkan agar dalam penyusunan nantinya menjadi lebih mudah
dan dapat menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan potensi desa dan visi
misi dari kepala desa. Tidak lupa dilakukan penggalian gagasan dari masyarakat.
Di
sinilah pentingnya partisipasi masyarakat untuk ikut dalam menentukan rencana
pembangunan enam tahun ke depan. Dalam penggalian gagasan, masyarakat perlu
untuk mengeluarkan segala unek-unek yang dihadapi, lengkap dengan lokasi,
waktu, penyebab, besaran dampak serta jumlah terdampaknya. Tidak lupa, warga
juga perlu untuk menjelaskan hal apa yang pernah dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut. Hal ini penting supaya dalam penggalian gagasan, seluruh
masyarakat dapat secara bersama-sama menentukan harapan dan strategi yang perlu
dilakukan kedepannya, menghindari kesalahan, dan tidak terulang kembali, serta
melihat potensi yang ada di dalam desa. Dokumen-dokumen penelitian dan
perencanaan yang sudah ada pun bisa digunakan dalam memperkuat hasil penggalian
gagasan.
Sudah
menjadi rahasia umum saat proses pembuatan Dokumen RPJMDesa yang difasilitasi
PNPM, justru lebih banyak program PNPM yang masuk dalam perencanaan. Sehingga
tidak bisa dikatakan partisipatif yang murni.
Kedua,
selain penggalian gagasan, tim juga harus mengumpulkan informasi dan memilah
arah kebijakan pembangunan kota/kabupaten yang berhubungan dengan desa.
Penyesuaian ini dilakukan melalui pengkajian dokumen RPJM Kota/Kabupaten,
Rencana Strategis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), Rencana
Tata Ruang Wilayah baik umum ataupun rinci milik Kota/Kab (RTRW), juga Rencana
Pembangunan Kawasan Perdesaan. Bisa juga dengan melihat Kebijakan Umum
Anggaran-Prioritas – Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang sudah jelas
besaran dan peruntukkan pembangunannya.
Intruksi
yang ada dalam Permendagri 114, ‘penyesuaian’ berfungsi untuk memercepat respon
pemerintah pada tingkatan yang lebih tinggi, dalam membantu pembangunan desa.
Namun pada kenyataannya di lapangan, untuk mendapatkan Renstra, ataupun Rencana
Kerja SKPD sangat sulit. Rahasia umum kedua yang juga bisa kita ketahui, bahwa
dokumen renstra dan renja SKPD adalah rencana proyek kue pembangunan yang
sering digunakan untuk menjadi bahan lobi dan nego. Dengan kata lain, ‘mungkin’
para SKPD enggan untuk memberikannya karena sama-sama ingin mencicipi manisnya
kue pembangunan. Padahal semua dokumen yang sudah disebutkan adalah dokumen
negara yang sifatnya umum, dan pemerintah desa berhak untuk mendapatkannya,
sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
Setelah
disesuaikan ‘seadanya’, hasil tersebut dan dikelompokkan ke dalam empat bidang,
yaitu: bidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan desa, pembinaan
masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat, dengan format yang sudah ada dalam
lampiran permendagri 114. Kemudian hasil rekap dan berita acaranya diserahkan
kepada kepala desa, lalu diteruskan pada BPD untuk segera ditindaklanjuti dengan
mengadakan musyawarah desa. Musyawarah bertujuan untuk menentukan prioritas
rencana kegiatan 6 tahun, apa keperluan yang mendesak dan mana yang bisa
dijalankan di tahun-tahun berikutnya.
Dengan
adanya kesepakatan musyawarah yang dibuktikan dengan berita acara, tim kemudian
mulai untuk menyusun rancangan RPJMDesa. Setelah rancangan itu dibuat, kemudian
dikoreksi oleh Kepala Desa. Hasil koreksi dan tidak lupa berita acaranya
selanjutnya diberikan pada BPD.
Tugas
BPD kini mengundang seluruh perwakilan masyarakat untuk segera menghadiri
Musyawarah Desa untuk Perencanaan Pembangunan Desa atau yang biasa disebut
Musrenbang Desa. Dalam musrenbang, BPD berhak menanyakan maksud dan tujuan
pembangunan 6 tahun ke depan, dan kemudian menentukan apakah disetujui atau tidak
rencana tersebut. Apabila BPD tidak setuju, maka kepala desa bersama tim di
wajibkan untuk merevisi ulang rancangan tersebut. Sedangkan apabila disetujui
dan dibuktikan dengan adanya berita acara, maka rancangan tersebut sudah sah
menjadi Dokumen RPJM Des.
Langkah
terakhir adalah dengan membuat dan mengesahkan Perdes yang mengatur rencana
kegatan pembangunan 6 tahun tersebut, bukan dokumen RPJM-nya. Untuk kemudian
setiap tahunnya diadakan rapat penentuan Anggaran dan Rencana Kerja
Pembangunan.
Tertulis
dalam PP No. 43 tahun 2014 penyusunan RKP Des harus melalui musyawarah desa
yang dimulai sejak bulan Juni. Pada bulan selanjutnya, Juli, draft RKP Des
sudah mulai dirancang. Hingga akhir September, RKP Des ini dikatakan sah
apabila sudah ditetapkan dengan Peraturan Desa (Per Des) sebagai dasar
penetapan APB Desa. Selanjutnya di bulan Oktober; Kepala Desa beserta BPD
menyepakati Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa. Paling lambat 3 hari
setelah kesepakatan, rancangan tersebut disampaikan kepada Bupati, untuk
kemudian dilaksanakan evaluasi, apabila tidak disetujui. Setelah ada
kesepakatan, bulan Desember akhir APB Des pun sudah dapat ditetapkan.
Kepala
Desa kemudian dapat menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APB Desa kepada
Bupati/Walikota setiap semester tahun berjalan. Laporan sebagaimana dimaksud
untuk semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun
berjalan. Serta untuk semester kedua disampaikan paling lambat pada akhir bulan
Januari tahun berikutnya.